Welcome (: Dwi Wahyu Febrianto

Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start blogging!Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, ...

Download software gratis disini

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla in tellus eget odio sagittis blandit. ...

Chatting Sepuasnya disini

Here's an mp3 file that was uploaded as an attachment: Juan Manuel Fangio by Yue And here's a link to an external mp3 file: Acclimate by General Fuzz Both are CC licensed. Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, ...

Ada Tips and Trik Blogger Disini

Some block quote tests: Here's a one line quote. This part isn't quoted. Here's a much longer quote: Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. In dapibus. In pretium pede. Donec molestie facilisis ante. Ut a turpis ut ipsum pellentesque tincidunt. Morbi blandit sapien in mauris. Nulla lectus lorem, varius aliquet, ...

Ada ilmu Sastra dan Science disini

I'm just a lowly contributor. My posts must be approved by the editor.Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla in tellus eget odio sagittis blandit. Maecenas at ...

Posted by Unknown - - 0 komentar

Berbicara mengenai rendahnya minat mahasiswa dalam berorganisasi di kampus, saya teringat buku karangan Fuad Nashori (2010) yang bersubtemakan Menjadi Mahasiswa Sukses. Mahasiswa yang jumlahnya kian hari semakin banyak, dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan. Trow dan Clark (Nashori, 2010) mengelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan subkultur atau kebiasaan hidup.

Pertama, subkultur akademik. Mereka mempunyai ciri berorientasi hidup selaras dengan tujuan perguruan tinggi. Kehidupan mereka ini, lebih banyak berada di ruang kuliah, laboratorium, dan perpustakaan. Sebagain dari mereka menyempatkan waktu untuk mengikuti kegiatan-kegiatan non akademik dengan tujuan pengembangan diri. Mereka kurang menyukai kegiatan hura-hura karena dianggapnya cuma membuang-buang waktu.

Kelompok kedua, subkultur vokasioanl. Kelompok ini memandang perguruan tinggi (PT) hanya sebagai ‘tangga’ untuk memasuki dunia kerja, karena mendambakan adanya mobilitas sosial ekonomi yang lebih baik. Yang menjadi sasaran mahasiswa semacam ini adalah cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji dan kedudukan yang memuaskan. Beda dengan kelompok yang pertama, kelompok kedua ini tidak memprioritaskan peningkatan kualitas intelektualitasnya.

Kelompok ketiga, subkultur kolegiat. Mahasiswa kelompok ini amat menyukai kegiatan yang berbau hura-hura, olahraga, kesenian, dan banyak terlibat dalam kegiatan sosial walaupun mungkin hanya sebagai ‘penggembira’ saja. Aspek intelektual dan acara-acara serius tak begitu diminati. Untuk masalah kuliah nilai pas-pasan cukup bagi mahasiswa semacam ini.

Kelompok keempat, golongan subkultur non-konformis. Mungkin ini kelompok yang agak langka. Masa kuliah digunakan untuk mengejar hasrat pribadi dalam memahami bidang keilmuan. Mereka memiliki keluasan wawasan. Mempunyai kegandrungan intelektual yang besar. Mempunyai kiat-kiat tersendiri dalam menguatkan kompetensi keilmuan, terutama melalui jalur informal. Justru hal yang formal kurang disukainya. Mahasiswa semacam ini akan mencari pengalaman sebanyak mungkin yang digemarinya. Biasa terlibat dalam organisasi kemahasiswaan di kampus dan cenderung menjadi tokohnya.

Tipe Mahasiswa Paling Sukses

Pertanyaan selanjutnya, kelompok mana yang paling sukses? ada dua ukuran yang dapat digunakan untuk menilai apakah seorang mahasiwa itu telah berhasil atau tidak. Parameter pertama adalah prestasi akademik yang terlihat dari tinggi indeks prestasi (IP) yang dicapai. Benar adanya bahwa mahasiswa yang mempunyai kebiasaan selaras dengan tujuan perguruan tinggi adalah peraih IP tertinggi. Dari hasil penelitian Hodgins dengan menggunakan teori Trow dan Clark (Akhson, 1991: Nashori 2010) diungkap bahwa urutan peraih IP tertinggi adalah kelompok non-konformis, kelompok akademik, kelompok vokasional, dan kelompok kolegiat. Mengapa mahasiswa non-konformis mempunyai IP yang lebih tinggi dibanding mahasiswa akademik?

Di atas telah penulis kemukakan bahwa mahasiswa non-konformis memiliki kecenderungan intelektual yang tinggi. Mereka menempuh cara-cara mendapatkan ilmu secara “luwes”. Mempunyai peluang yang lebih untuk memahami materi kuliah secara mendalam melalui berbagai sumber. Keunggulan kelompok non-konformis ini akan lebih optimal jika dosen menggunakan pendekatan SCL (student centered learning). Karena metode belajar yang bervariasi dalam SCL sangat dirasa mampu menyesuaikan dengan kebiasaan mahasiswa non-konformis. Sehingga dikatakan mahasiswa non-konformis unggul dibanding yang lain, terutama bila pengukuran IP lebih menekankan logika (rasio) dan bukan semata-mata kemampuan ingatan (hafalan). Lain halnya dengan mahasiswa akademik yang hanya tergantung dan mengandalkan pada materi yang diberikan diruang kuliah saja.

Parameter kedua, yaitu dengan melihat kesuksesan hidup. Berbagai studi yang dilakukan para ahli mengungkapkan bahwa prestasi yang tinggi belum tentu berkorelasi dengan kesuksesan di dunia kerja. Sebuah penelitian ditunjukkan oleh Daniel Goleman terhadap 81 orang lulusan paling top dari sejumlah SMTA di Illionois, Amerika Serikat. Penelitian ini mendapati beberapa hal yang baru, diantaranya saat kuliah mereka memperoleh nilai yang memuaskan. Akan tetapi, menjelang usia 30 tahun, dalam kiprah kariernya, tingkat kesuksesannya biasa-biasa saja. Sepuluh tahun setelah lulus SMTA, hanya seperempat dari mereka yang mencapai puncak tangga profesi untuk tingkat usia mereka. Mengapa? Goleman meyakini bahwa kecerdasan akademik perlu ditunjang oleh bekal ‘kecakapan untuk hidup.’ Secara emosional mereka belum cukup dewasa, bahkan masih sering direpotkan oleh pertentangan dalam diri sendiri. Sehinggga, fokus pada pekerjaan kacau, berpikir pun bak ‘benang kusus.’ Kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang diperoleh melalui latihan dan pengalaman. Dan ‘orang’ non-konformis, yang gandrung akan keintelektualan, gemar berorganisasi dan mencari pengalaman, dapatlah dipandang mempunyai kemungkinan yang lebih besar menjadi manusia-manusia sukses di masa mendatang.

Mahasiswa dan Kedudukannya di Masyarakat

Mahasiswa menempati kedudukan yang khas (special position) di masyakarat, baik dalam artian masyarakat kampus maupun di luar kampus. Kekhasan ini tampak pada serentetan atribut yang disandang mahasiswa misal: intelektual muda, kelompok penekan (pressure group), agen perubahan (agent of change), dan kelompok anti status quo.

Memang boleh dikatakan bahwa tugas awal mahasiswa adalah menekui bidang keilmuan tertentu dalam lembaga pendidikan formal. Sehingga, tidak jarang kelompok ini sering disebut sebagai ‘golongan intelektual muda’ yang penuh bakat dan potensial. Namun, posisi (dan status) yang demikian itu sudah barang tentu bersifat sementara karena kelak dikemudian hari mereka tidak lagi mahasiswa dan justru menjadi pelaku-pelaku inti dalam kehidupan suatu negara atau masyarakat. Dengan demikian, penulis rasa tak cukup mahasiswa hanya sekedar duduk manis mendengarkan dosen ceramah di kelas. Sudah saatnya mahasiswa mampu menjadi—meminjam istilah Mario Teguh—pribadi-pribadi yang unggul. Hal itu bisa ia lakukan dengan ikut bergabung dalam organisasi-organisasi di kampus. Karena di sanalah, tempat yang dianggap tepat sebagai ‘kawah condrodhimuko’ untuk sekedar sebagai batu loncatan awal. Menjadi mahasiswa sukses. Demikian. Bagaimana menurut Anda?

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.


Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.

Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.

Permasalahan Fisik dan Kesehatan

Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).

Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.

Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :

* Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
* Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
* Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
* Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
* Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
* Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan

Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :

* Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
* Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
* Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.

Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.

Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.

Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.

Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”

Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :

1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.

2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.

3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.

Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.

4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.

Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.

5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.

Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.

6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.

7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Pembelajaran sains untuk anak usia dini difokuskan pada pembelajaran mengenai diri sendiri, alam sekitar dan gejala alam. Pembelajaran Sains pada anak usia dini memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu :
1. Membantu pemahaman anak tentang konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
2. Membantu menumbuhkan minat pada anak usia dini untuk mengenal dan memperlajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitarnya.
3. Membantu anak agar mampu menerapkan berbagai konsep sains untuk menjelaskan gejala-gejala alam san memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Membantu anak usia dini untuk dapat mengenal dan memupuk rasa cinta kepada alam sekitar sehingga menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Contoh Rancangan Pembelajaran Sains Untuk AUD

STANDAR KOMPETENSI
BAHAN KAJIAN SAINS : Pemahaman konsep dan penerapannya.

TEMA : Materi dan sifatnya
SUB TEMA : Belajar tentang benda yang mencair dan
membeku.
TUJUAN PEMBELAJARAN : Membantu anak memahami tentang
konsep benda cair dan benda padat serta
sifatnya.
Pembelajaran dengan memperhatikan pilar pendidikan dari UNESCO, namun disini dipilih hanya 2 pilar saja, yaitu :
1. Learning to know. Karena pembelajaran ini bersifat pengenalan konsep, maka tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah agar anak usia dini mampu mengenal dan memahami bahwa benda padat dan benda cair yang dapat berubah wujud karena adanya perubahan suhu.
2. Learning to do. Dengan memperhatikan demonstrasi yang dilakukan oleh guru dan mencobanya sendiri, anak diharapkan mampu membedakan benda cair dan benda padat.

MODEL PEMBELAJARAN : Inkuiri dengan pendekatan demonstrasi
dan percobaan ilmiah sederhana.

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN :
BERCERITA (APPERSEPSI). Guru dapat memanfaatkan buku cerita bergambar atau gambar-gambar yang berhubungan dengan materi pembelajaran.

”MENGAPA ES MENCAIR?”
Adi, Dina, Riri dan Obi sedang asyik makan es krim. Udara diluar sangat panas. Es krim mereka pun mulai mencair.
”Cepat yuuk makan es krimnya, nanti es krim ini mencair dan menetes!” kata Adi.
Kok es krim bisa meleleh sih? Itu namanya mencair. Es krim kita berubah menjadi air.” Kok bisa jadi air ya? Mungkin es krim ini seperti coklat. Coklat juga bisa mencair, Mamaku pernah membawakan aku coklat tapi disimpan didalam tasnya, eh setelah dikeluarkan ternyata coklatnya sudah lembek dan mencair..”

KEGIATAN YANG DILAKUKAN : (LEARNING BY DOING/ melakukan percobaan sederhana).
Kegiatan 1: Guru melakukan demonstrasi
“ES YANG MENYENANGKAN”
Bahan-bahan :
Gelas plastik
Es batu
Air minum
Sirup manis
Tusuk gigi atau garpu kecil dari plastik
Wadah es batu
Kulkas atau Freezer

Aktivitas :
1. Guru mengisi 2 buah gelas dengan dengan air minum dan 2 buah gelas dengan batu es.
2. Gelas berisi air minum dimasukkan ke dalam kulkas, sedangkan gelas yang berisi batu es didiamkan di ruangan. Tunggulah sampai kira-kira satu jam. Apa yang terjadi?
3. Setelah satu jam gelas yang yang berisi batu es telah berubah menjadi air minum, dan gelas yang berisi air minum yang dimasukkan kedalam kulkas telah berubah menjadi es batu. Guru memperlihatkan hasilnya kepada anak-anak.
4. Guru bertanya tentang perbedaan yang terjadi pada air dan menjawab respon yang diberikan oleh anak.
5. Guru memberikan penjelasan tentang perubahan zat cair menjadi zat padat, dan sebaliknya.
“Jadi air berubah menjadi es di tempat yang dingin, dan es berubah menjadi air di tempat yang hangat. Peristiwa ini disebut mencair. Banyak benda-benda selain es batu yang dapat mencair, misalnya coklat, mentega dan lilin. Batu juga dapat meleleh jika terkena panas sekali. Seperrti lahar yang berasal dari gunung berapi.”
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Pengertian Underachievement

Menurut Ashman & Elkins (1988), underachivement adalah anak dengan masalah belajar yaitu memiliki jarak yang signifikan antara prestasi dan potensi mereka yang diukur dengan tes intelegensi. Anak yang mengalami underachievement tidak belajar dengan optimal, tidak sesuai dengan yang diharapkan jika dibandingkan dengan kecerdasan, kesehatan dan kesempatan yang dimilikinya.
Gejala underachievement dapat terjadi pada siswa yang memiliki intelegensi yang berfungsi pada taraf rata-rata atau taraf yang lebih baik namun menunjukkan hasil yang buruk pada tugas-tugas sekolahnya (Weiner 1982; Rimm, 1986;1997 dalam Dewi, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi underachievement
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baker, Bridger & Evans, 1988 dalam Dewi, 2005) mengatakan bahwa faktor individu, keluarga dan sekolah mempengaruhi munculnya underachievement. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa tiga faktor tersebut saling berhubungan dan memberikan kontribusi terhadap kemunculan masalah underachievement.
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Underachievement
Menurut Henson & Eller (1999) ekspektansi keluarga / sekolah terlalu rendah atau tinggi juga dapat mempengaruhi underachievement. Faktor-faktor eksternal tersebut berkaitan dengan faktor fisik dan non fisik dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan (psikososial).
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga yang dianggap menjadi penyebab underachievement adalah kekurangmampuan orangtua untuk mendukung anak secara adekuat. Dukungan ini bisa berupa dukungan non fisik dan fisik. Dukungan non fisik dapat diwujudkan dalam bentuk Lingkungan dalam keluarga underachiever cenderung memiliki karakteristik disorganized dan pembimbingan orang tua mengenai suatu perilaku cenderung kurang jelas, termasuk mengenai kinerja akademik (Rimm & Lowe, dalam dalam Dewi, 2005). Pada sebagian kasus lainnya, underachievement disebabkan oleh kondisi dalam keluarga yang membuat anak menjadi tertekan (Rimm, 1986, dalam Dewi, 2005). Sebagian underachiever ditemukan berasal dari keluarga yang orangtuanya bercerai, sibuk bekerja, sering bertengkar atau mengalami masalah perkawinan tertentu ( Rimm, 1986; Wisely, 2004 dalam Dewi, 2005).

2. Faktor Sekolah
Salah satu faktor dalam sekolah yang mempengaruhi munculnya underachievement adalah iklim kelas yang dipenuhi iklim kompetisi yang kurang sehat, struktur dalam kelas yang bebas, selain itu juga pemberian label negatif dari guru, seperti “anak malas”, “pembuat masalah”, dan lain-lain. Iklim seperti ini mempengaruhi motivasi dan persepsi siswa terhadap sekolah menjadi cenderung negatif (Robinson & Robinson dalam Dewi, 2005). Faktor lainnya adalah ketidaksesuaian antara pendekatan pengajaran dengan gaya belajar siswa (Redding & Whitmore dalam Dewi, 2005). Faktor tersebut selain mempengaruhi motivasi siswa juga membuat siswa merasa bosan terhadap sekolah. Teman sebaya di sekolah turut memberi pengaruh yang kuat terhadap munculnya perilaku underachievement. Seringkali keinginan remaja untuk diterima dalam kelompoknya cendrung membuat remaja menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan bermain atau belajar yang kurang tepat dalam kelompoknya (Rimm, 1986;Wisely,2004; Compton, dalam Dewi, 2005).

3. Faktor Lingkungan (Psikososial)
Self-esteem, pendidikan, dan self-concept sosial yang rendah memberikan kontribusi yang signifikan pada rendahnya prestasi siswa. Siswa yang tergolong dalam kelompok minoritas tidak memiliki identitas rasial yang positif khususnya karena adanya tekanan kelompok yang bersifat negatif. Hal ini menyebabkan minimnya usaha yang dilakukan dan prestasi yang rendah pula. Secara khusus, Lindstrom and Van Sant (dalam Ford & Thomas, 1997) menyatakan bahwa sebagian besar dari siswa-siswa minoritas yang berbakat harus memilih antara need for achievement dan need for affiliation. Pada akhirnya mereka terpaksa untuk menuruti tekanan yang diberikan oleh lingkungan sosial padanya sehingga menyebabkan mereka lebih mementingkan need for affiliation daripada need for achievement.
LOC eksternal merupakan faktor penghambat bagi pencapaian prestasi siswa-siswa minoritas. Siswa yang mengatribusikan apa yang telah ia capai pada faktor eksternal seperti diskriminasi biasanya memiliki usaha yang lebih rendah dibandingkan mereka yang mengatribusikan pencapaian prestasi mereka pada faktor internal, seperti usaha dan kemampuan (Ford & Fordham dalam Ford & Thomas, 1997).
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Pengertian

Underachievement (menurut Westminster Institute of Education) dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan atau kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi sesuai dengan usia atau bakat yang dimilikinya, dengan kata lain, potensi yang tidak terpenuhi (unfulfilled potentials).

Karakteristik underachievers

Menurut Rimm (1986), anak yang underachieve atau seorang underachiever, mungkin saja merupakan anak yang kreatif, sangat verbal dan memiliki kemampuan matematis yang sangat tinggi, meskipun begitu dengan bakat yang mereka miliki, mereka tidak sukses di sekolahnya. Underachiever hadir di setiap kelas dan berada dalam banyak keluarga. Mereka menyia-nyiakan sumber pendidikan, mencobai kesabaran para guru, dan memanipulasi keluarga mereka untuk melakukan yang mereka inginkan.

Underachievers tidak tergolong ke dalam satu golongan atau memiliki karakteristik yang sama. Underachievement muncul dalam bentuk yang luas dan beragam. Rimm (1986), menyatakan underachievers cenderung untuk tidak teratur dan terorganisir. Mereka memiliki kemampuan belajar yang kurang baik. Mereka menganggap diri mereka telah belajar jika mereka telah mebaca bahan pelajaran secara sekilas. Beberapa di antara mereka lambat dalam mengerjakan tugas dan perfeksionis. Atau sebaliknya, ada underachiever yang sangat cepat dalm mengerjakan tugas-tugasnya tapi mereka tidak peduli dengan kualitas tugas yang mereka kerjakan tersebut.
Beberapa underachievers adalah penyendiri dan menarik diri dari keramaian. Mereka tampak tidak menginginkan teman. Underachievers lainnya mungkin mungkin terlihat angkuh dan mudah marah, agresif dan terkadang memulai perkelahian ketika mereka masih berada di taman kanak-kanak. Jika underachievers menunjukkan minat terhadap sekolah maka hal tersebut berkaitan dengan kehidupan sosial ataupun olahraga. Mereka akan memilih satu mata pelajaran disuka atau pelajaran yang diajar oleh guru yang mereka suka. Underachievers yang kreatif mungkin memiliki banyak ide tapi jarang sekali merealisasikan ide mereka menjadi kenyataan. Mereka jarang menyelesaikan pekerjaan yang mereka mulai.
Hampir semua underachievers bersifat manipulatif terhadap lingkungannya. Secara terselubung, mereka dapat memanipulasi orangtua mereka untuk mengerjakan pekerjaan rumah mereka, atau guru untuk lebih membantu mereka atau memberikan tugas yang tidak terlalu menantang. Mereka menganggap sekolah itu membosankan atau tidak relevan. Jika prestasi mereka tidak baik, mereka menyalahkan guru mereka yang payah dalam mengajar. Mereka kadangkala mengklaim bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan hasil atau prestasi yang lebih baik dan tidak yakin apakah mereka akan berhasil jika mereka bekerja lebih keras dari sekarang.
Rimm (1986) juga menyatakan bahwa underachiever tidak dapat membangun kepercayaan diri yang kuat karena mereka tidak memahami inti dari bekerja keras. Menurut Rimm, kepercayaan diri dapat dibangun dengan menerima dan menaklukan setiap tantangan. Dan dari pencapaian yang aktuallah seorang anak dapat membangun kepercayaan diri yang kuat. Underachiever menolak diri mereka sendiri kesempatan untuk membangun kepercayaan diri yang kuat karena mereka tidak mengalami hubungan antara proses dan hasil, antara usaha dan pencapaian. Jika siklus underachieve ini terus berlanjut, anak akan terus mengalami perasaan semakin tidak mampu. Ketakutan terhadap kegagalan meningkat, dan sense of efficacy mereka menurun.
Montgomery (dalam Westminster Institute of Education) menyatakan seorang anak yang underfunctioning bila lima dari indikator yang ada di bawah ini muncul, :
1. Adanya pola yang tidak konsisten pada pencapaian dalam tugas-tugas sekolah
2. Adanya pola yang tidak konsisten pada pencapaian pada mata pelajaran tertentu
3. Adanya ketidakcocokan antara kemampuan dan pencapaian, di mana kemampuan yang dimiliki itu lebih tinggi
4. Konsentrasi yang kurang
5. Suka bengong atau mengkhayal di dalam kelas.
6. Terlalu banyak melawak di dalam kelas dan selalu mempunyai strategi untuk menghindari pengerjaan tugas sekolah.
7. Kemampuan belajar yang rendah.
8. Kebiasaan belajar yang tidak baik.
9. Sering menghindar dan tidak menyelesaikan tugas-tugas sekolah
10. Menolak untuk menuliskan apapun
11. Terlalu banyak aktifitas dan gelisah atau tidak bisa diam.
12. Terlalu kasar dan agresif atau terlalu submisif dan kaku dalam bergaul.
13. Adanya ketidakmampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan sosial dengan teman sebaya.
14. Adanya ketidakmampuan untuk menghadapi kegagalan
15. Adanya ketakutan dan menghindar dari kesuksesan.
16. Kurang mampu untuk mengali insigjt tentang diri dan orang lain.
17. Kemampuan berbahasa yang rendah.
18. Terus berbicara dan selalu menghindar untuk mengerjakan sesuatu.
19. Merupakan bagian dari kelompok minoritas

Penyebab
Anak dapat belajar untuk underachieve ketika mereka masih pada tahap early childhood. Mereka belajar dari orang tua, kakek, nenek, saudara kandung, pengasuh anak, atau orang yang mereka anggap penting yang memberikan pengaruh terhadap lingkungan anak. Tingkah laku underachievement yang muncul ketika anak masih kecil belum dianggap sebagai masalah ketika itu, namun akan memberikan dampak yang cukup besar ketika anak beranjak dewasa. Rimm menyatakan bahwa penyebab underachievement dapat terjadi ketika anak masih berada di lingkungan prasekolah. Rimm membagi penyebab ini ke dalam lima kategori: Anak yang terlalu dimanja, Masalah kesehatan sejak kecil, kombinasi saudara tertentu, masalah pernikahan tertentu, dan giftedness (keberbakatan).
Menurut Rimm (1986) perhatian yang berlebihan merupakan tanda bagi anak untuk menjadi underachieve atau memiliki permasalahan emosional di masa mendatang. Ketika orangtua menjadi overprotective terhadap anak, maka anak yang dapat memperoleh sesuatu tanpa usahanya sendiri akan menjadi anak yang tidak memiliki inisiatif dan sulit membangun kepercayaan diri.
Masalah kesehatan yang dialami oleh anak ketika mereka masih kecil, seperti asma, alergi, atau cacat mental atau fisik dapat menimbulkan suatu hubungan yang unik antara anak dan orangtua (terutama ibu). Masalah kesehatan ini dapat membuat anak menuntut dipenuhi kebutuhannya oleh orangtua. Jika orangtua terus memenuhi kebutuhan anak secara berlebih, maka anak akan cenderung menjadi seorang yang penuntut, pemberontak, ketergantungan atau bertindak di luar control orangtuanya, sehingga anak tidak dapat membangun kepercayaan yang kuat terhadap dirinya.
Urutan kelahiran dan rivalitas antar saudara (sibling rivalry) mempengaruhi semua anak, Menurut Rimm (1986), terdapat kombinasi saudara tertentu yang mengarahkan anak menuju underachievement. Alasan dari pernyataan tersebut adalah bahwa kombinasi saudara tertentu membuat persaingan lebih kompetitif dari biasanya, dan bahwa akan ada satu orang anak yang tidak diuntungkan dari persaingan ini. Kombinasi yang tampaknya sulit diatasi oleh orang tua adalah saudara dengan umur berdekatan dan jenis kelamin sama; adik yang sangat berbakat (extremely gifted); anak termuda dari keluarga besar di mana saudara yang lainnya jauh lebih tua; dan saudara dari anak yang memiliki permasalahan fisik atau mental. Standar tinggi ditetapkan pada anak (terutama adik) di mana mereka dianggap harus meraih level sukses yang sama dengan saudaranya untuk disetarakan dengan saudaranya. Dan jika anak menganggap diri mereka tidak akan meraih sukses seperti saudaranya, mereka akan menjalani jalan yang berbeda dibandingkan dengan saudaranya dalam rangka meraih perhatian. Dalam beberapa kasus, anak akan menunjukkan pencapaian yang rendah dalam rangka mencari perhatian orangtua.
Permasalahan perkawinan tertentu, seperti pada perceraian di awal masa perkawinan menciptakan situasi di mana anak akan membentuk suatu hubungan one-to-one yang khusus dengan salah satu orang tua. Di masa rapuh itu, orang tua yang merasa bahwa anak adalah tujuan hidup mereka adalah untuk membesarkan anaknya akan cenderung memenuhi semua kebutuhan anak dan mencegah anak untuk mengambil inisiatif. Kemungkinan lain, orang tua akan memperlakukan anak seperti pasangannya di mana akhirnya anak diberi terlalu banyak kekuasaan. Anak belajar untuk berharap terdap kekuasaan ini dan bertingkah laku tidak menyesuaikan terhadap kebutuhan teman-teman atau sekolah yang harus dipenuhi.
Menurut Rimm (1986) anak berbakat sangat rawan terhadap underachievement. Pengalaman awal sekolah anak berbakat ini jika tidak dipenuhi oleh nonlearning, karena tugas tipikal di sekolah tidak menantang, maka dipenuhi oleh orang tua, guru, atau kepala sekolah yang membuatkan program individu khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jika hal pertama yang terjadi, maka inisiatif anak tidak akan berkembang karena mereka menganggap lingkungan akademis membosankan,. Jika hal kedua yang terjadi, maka mereka akan menjadi mudah tersanjung karena mereka percaya bahwa bakat yang mereka miliki sangat luar biasa sehingga mereka dapat mengubah sistem yang dibuat oleh orang dewasa sesuai dengan kebutuhan mereka. Sebagai tambahan, resiko bagi anak berbakat untuk mengalami underachievement datang baik dari kecanduan terhadap perhatian dan kekuasaan yang terlalu banyak. Mereka belajar untuk berharap terhadap pujian bertubi-tubi dan kebebasan pilihan dalam pendidikan mereka yang disebabakan oleh kecerdasan yang mereka miliki.
Penelitian yang dilakukan oleh McClelland, Yewchuk dan Mulcahy (dalam Westminster Institute of Education), ternyata terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi performa underachiever. Faktor yang pertama adalah faktor emosi dan motivasi, dan factor yang kedua adalah factor yang berhubungan dengan strategi pembelajaran. McClelland dan kawan-kawan percaya bahwa kedua faktor utama ini dapat menghambat performa para underachiever.
Faktor emosional dan motivasi:
1. Anak mungkin tidak sadar akan potensi yang mereka miliki. Mereka mungkin kurang mengenal diri mereka sendiri dan orang lain (ButlerPor)
2. Sang anak mungkin mempunyai harapan yang terlalu kecil dan sempit atau terlalu rendah bagi dirinya (Montgomery & ButlerPor) factor ini dapat bermanifestasi menjadi ketidakjelasan dalam cita-cita pribadi dan nilai-nilai pribadi.
3. Anak mungkin memiliki perasaan tidak mampu dan self-esteem yang rendah.
4. Anak mungkin mengalami insiden yang kuat berhubungan dengan kesulitan emosional (Kellmer Pringle) dan mungkin rentan terhadap depresi dan kecemasan (ButlerPor)
5. Anak mungkin tidak termotivasi untuk berhasil di sekolah, meskipun konsep dirinya tinggi (Montgomery)
6. Adanya ketakutan pada anak akan kegagalan (Montgomery)
7. Adanya ketakutan pada anak akan kesuksesan (Montgomery)
8. Mungkin anak mempunyai kebiasaan untuk menyalahkan orang lain dan perubahan (Montgomery).
Underachievement lebih sering terlihat pada anak laki-laki dan dapat terjadi pada anak-anak yang punya masalah di sekolah dan/atau rumah, anak-anak yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, merupakan anggota dari kelompok minoritas yang telah menjadi streotipe (berasal dari ekonomi rendah, kulit berwarna) dan pada anak-anak dengan tergolong gifted atau berbakat (Westminster Institute of Education). Underachievement dapat terlihat pada siswa dari beragam tingkat, yaitu dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Hasil penelitian UNDP pada tahun 2001 menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia menduduki ranking 106 dan 126 negara. Posisi Indonesia jauh dibawah negara-negara ASEAN yang merupakan pesaing terdekat. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia harus mempunyai komitmen yang kuat dalam pengembangan sumberdaya manusia guna mendukung upaya pembangunan ekonomi terutama menghadapi era global dan pasar bebas. Dalam konteks ini, diyakini bahwa pengembangan sumberdaya manusia hanya dapat dicapai dengan adanya dukungan sistem pendidikan nasional yang berkualitas.
Pada tahun 2003, seperti dilaporkan Human Development Index (HDI). Laporan HDI tahun 2003 menunjukkan, Indonesia pada urutan ke-112 (0,682) dari 175 negara. Posisi ini jauh di bawah Singapura yang ada di posisi ke-28 [0,888), Brunei Darussalam ke-31 (0,872), Malaysia ke-58 (0,790), Thailand ke-74 (0,768), dan Filipina ke-85 (0,751). Meski laporan HDI bukan hanya mengukur status pendidikan (tetapi juga ekonomi dan kesehatan), namun ia merupakan dokumen rujukan yang valid guna melihat tingkat kemajuan pembangunan pendidikan di suatu negara.

Melihat rendahnya kualitas sumber daya kita, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah dengan pengembangan kreativitas yang dapat dikenali dan dirangsang sejak dini. Sehubungan dengan itu, pendidik perlu dipersiapkan dan dilatih agar memiliki kompetensi profesional untuk memupuk dan mengembangkan bakat dan kreativitas anak secara optimal.
Pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan tergantung pada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya, kepada peserta didik.
Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah penting. Dalam bidang pendidikan saat ini, kita melihat bahwa lebih banyak penekanan pada aspek hafalan dan pemikiran reproduktif serta mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan pada anak didik. Proses pemikiran kreatif jarang dilatihkan. Apa yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik yang dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan di masa mendatang dengan inovatif dan kreatif. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.
Kita semua dilahirkan dengan potensi kreativitas. Salah satu ciri yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lain adalah kreativitas kita atau kemampuan kita mencipta. Hal ini merupakan sifat hakiki kita sebagai manusia dan merupakan bagian dari siapa kita. Kreativitas merupakan instink kita yang terbawa sejak lahir. Kita dapat menciptakan banyak hal dari sumber daya yang terbatas dengan melakukan proses kreativitas.
Kreativitas berasal dari kata dasar kreatif yang memiliki akar kata to create yang artinya mencipta. Inilah sesungguhnya Kuasa yang diberikan oleh Tuhan (ingat bahwa we are given the authority to use the Power of God – Kita diberikan wewenang untuk menggunakan Kuasa Tuhan). Inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lainnya. Kita diberi kemampuan untuk mencipta, termasuk menciptakan realitas baru dalam kehidupan kita.
Jika diamati, proses pembelajaran yang harus dikembangkan guru-guru dalam Kurikulum 2004 atau lebih dikenal Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang mulai diterapkan secara serentak pada tahun ajaran 2004/2005, salah satu di antaranya menekankan kepada upaya mengembangkan kreativitas siswa secara optimal.
Begitu pentingnya pengembangan kreativitas siswa tersebut dapat diamati dari bergesernya peran guru yang semula sering mendominasi kelas, kini harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil peran lebih aktif dan kreatif dalam suasana yang menyenangkan (learning must be enjoy). Bagaimanapun akan sulit membangun pemahaman yang baik pada para siswa, jika fisik dan psikisnya dalam keadaan tertekan.
Kreativitas siswa dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam mengekspresikan kreativitasnya.
Hampir dapat dipastikan bahwa semua materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, mulai taman kanak-kanak hingga jenjang pendidikan tinggi, menuntut kreativitas para siswanya. Kreativitas bukan hanya dalam lingkup pelajaran kesenian (seni rupa, seni musik, seni pahat), tetapi dalam pelajaran lain pun seringkali menuntut kreativitas yang tinggi.
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Pengertian
Motivasi adalah kondisi psikologis yang menimbulkan, mengarahkan, dan mempertahankan tingkah laku tertentu (Pitrinch & Schunk, dalam Sukadji & Singgih-Salim, 2001). Winkel (1996) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arahan pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan. Motivasi merupakan syarat mutlak untuk belajar dan mempengaruhi arah aktivitas yang dipilih serta intensitas keterlibatan seseorang dalam suatu aktivitas.
Jenis-jenis Motivasi
McClelland (dalam Sukadji dan Singgih-Salim, 2001) mengemukakan bahwa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh motif. Ada 3 kelompok motif yang dikemukakan olehnya, yaitu :
Motif untuk berhubungan dengan orang lain (Affiliation Motive)
Adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. Yang menjadi tujuan adalah suasana akrab dan harmonis. Ciri-ciri orang dengan motif afiliasi tinggi adalah : senang berada di dalam suasana akrab, risau bila harus berpisah dengan sahabat, berusaha diterima kelompok, dalam bekerja atau belajar melihat dengan siapa ia bekerja atau belajar.

Motif untuk berkuasa (Power Motive)
Motif yang menyebabkan sieseorang ingin menguasai atau mendominasi orang lain dalam berhubungan dengan orang lain dan cenderung bertingkah laku otoriter.

Motif untuk berprestasi
Adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik yang berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu atau prestasi orang lain. Yang terpenting adalah bagaimana caranya ia dapat mencapai suatu prestasi tertentu.
Ciri-ciri orang dengan motif berprestasi tinggi adalah :
• Selalu berusaha, tidak mudah menyerah
• Menentukan sendiri standar prestasi
• Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas rutin tetapi biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas yang memiliki arti bagi mereka
• Tidak didorong oleh hadiah dalam melakukan sesuatu
• Cenderung mengambil resiko bertaraf sedang dan diperhitungkan
• Mencoba endapat umpan balik dari tindakannya
• Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan
• Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman
• Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat memanfaatkan kemampuannya.
• Cenderung mencari cara unik untuk menyelesaikan masalah
• Kreatif
• Dalam belajar seakan-akan dikejar-kejar waktu.

Tokoh lain membagi motivasi menurut sumbernya, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Siswa dengan motivasi intrinsik mampu bersedia untuk belajar walaupun tidak ada insentif atau hadiah. Contoh: siswa yang menyukai mata pelajaran tertentu akan menganggap mata pelajaran itu merupakan motivasi mereka untuk belajar. Mereka hanya membutuhkan sedikit dorongan atau hadiah untuk belajar hal-hal yang penting agar memiliki pengetahuan yang banyak. Mereka juga akan bekerja keras untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Sedangkan siswa dengan motivasi ekstrinsik akan membutuhkan adanya pemberian pujian atau pemberian nilai sebagai hadiah atas prestasi yang diraihnya (Djiwandono, 2002).
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Seseorang yang tidak mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik diperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai pelajar.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Tugas perkembangan ada dalam setiap tahap kehidupan. Tidak hanya untuk remaja namun dari kanak-kanak hingga dewasa lanjut.Setiap tahap kehidupan memang telah memiliki tugas perkembangannya masing-masing.
Tugas perkembangan remaja perlu diketahui para remaja agar dapat dijadikan acuan bagi masa berikutnya yaitu masa dewasa dan perlu diketahui pula oleh para orangtua dan guru agar dapat membimbing putra-putri/murid-muridnya untuk dapat melewati masa-masa “penuh badai” tersebut dengan baik .
Adapun tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:

1) Menerima kondisi fisik dan menggunakan tubuh secara efektif.
Artinya seorang remaja bisa belajar menerima diri sendiri, bentuk tubuh, bentuk wajah, dll. Menggunakan tubuh secara efektif berarti juga harus bisa merawat dan menjaganya. Tidak melakukan perbuatan yang belum waktunya dilakukan seperti hubungan intim sebelum menikah. Mengapa? Karena remaja bisa terkena infeksi menular seksual atau terjadilah kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu, dampak psikologis yang ditimbulkan tidaklah sebentar, melainkan berkepanjangan.

2) Dapat menjalin hubungan yang baru dan lebih matang baik dengan teman sejenis atau lawan jenis.
Remaja diharapkan sudah mampu untuk menerima pertemanan atau persahabatan tidak hanya dari teman putra atau putri saja, tapi dari keduanya. Selain itu, kremaja diharapkan mampu untuk menjaga dan memelihara hubungan yang sudah terjalin dengan baik. Dengan kata lain, bila terjadi konflik atau masalah dalam hubungan yang sudah terjalin, maka mereka dapat menyelesaikannya dengan cara yang matang. Tidak dengan cara-cara agresif atau sebaliknya malah menjadi pasif, tapi menyelesaikan segala masalah dengan cara asertif dan berusaha mencari penyelesaian yang dapat menguntungkan semua pihak.

Perilaku Asertif: Cara berperilaku dimana perasaan atau pandangan diungkapkan secara terus terang tanpa melukai perasaan atau merendahkan harga diri orang lain.

3) Dapat menerima peran jenis kelamin.
Belajar menerima peran jenis kelamin artinya, belajar untuk menerima diri sebagai seorang perempuan atau laki-laki sesuai dengan jenis kelaminnya.

4) Mencapai kemandirian secara emosional, baik terhadap orangtua maupun terhadap orang dewasa lainnya.
Contoh dari mencapai kemandirian secara emosional antara lain, belajar menghargai perbedaan yang ada, seperti perbedaan pendapat serta mampu mengenali emosi dan menempatkannya secara tepat. alah yang ada tanpa perlu terlalu banyak bergantung pada orangtua.

5) Mempersiapkan karir dan kemandirian ekonomi.
Sebagian besar dari remaja ketika ditanya tentang karir jawabannya banyak banget sampai keliatan kalau sebenarnya mereka masih bingung. Agar mereka tidak bingung dan semakin mantap menentukan bidang apa yang nanti akan ditekuni, sebaiknya orangtua atau guru membantu mereka untuk mempersiapkan diri dari sekarang.
Cara mempersiapkannya dapat dilakukan dengan mengenali bakat, kemampuan dan minat yang dimiliki. Jika perlu lakukan konsultasi pada ahlinya, yaitu psikolog untuk mengetahui minat, bakat, dan kemampuan diri .

6) Mempersiapkan diri secara fisik dan psikis untuk menikah dan menghadapi kehidupan berumah tangga.
Makna lain dari mempersiapkan diri secara fisik dan psikis untuk menikah dan berumahtangga adalah mampu menjaga dan memelihara organ reproduksi dengan baik. Kemudian, memiliki rencana terhadap masa depan yang akan dijalani serta konsep sebuah keluarga yang ideal dan bertanggung jawab.

7) Mengembangkan keahlian intelektual dalam hidup bermasyarakat.
Dalam mengembangkan keahlian intelektual di masyarakat remaja diharapkan mampu mengembangkan keahlian yang dimiliki untuk mempersiapkan masa depan. Misalnya kalau ingin menjadi seorang dokter, mereka dapat memilih kuliah di fakultas kedokteran dan mengembangkan keahlian itu tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk bakti pada masyarakat dan mengabdi pada Tuhan.

8) Mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.
Mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab artinya remaja diharapkan sudah mampu untuk ikut aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Menunjukkan perhatian pada masalah sosial yang terjadi, dapat berlaku sesuai dengan norma yang ada dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.

9) Memiliki nilai-nilai yang digunakan sebagai pedoman hidup.
Remaja diharapkan sudah memiliki nilai-nilai yang akan digunakan dalam kehidupan. Misalnya, tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, tidak memakai obat-obat terlarang. Tidak melakukan perbuatan yang akan merugikan orang lain, atau melakukan perusakan lingkungan serta menanamkan rasa kasih sayang terhadap semua makhluk.
Berhasil atau tidaknya seorang remaja menjalani tugas perkembangan selain tergantung pada diri remaja itu sendiri,juga perlu didukung oleh orangtua dan guru sebagai pembimbing mereka.
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Pertanyaan yang selalu terbersit dalam benak orangtua adalah bagaimana caranya untuk meningkatkan kecerdasan anak sejak dini??? Semua orangtua ingin anaknya menjadi manusia yang unggul baik dari sisi kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual. Namun, terkadang orangtua lebih banyak menekankan kecerdasan merupakan hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang berbau akademis.
Misalnya anaknya menjadi juara di kelas, pintar matematika, lancar dalam berbicara bahasa asing. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, namun terkadang hal itu membuat beban tersendiri baik bagi anak maupun bagi orangtua.
Banyak orang masih terbatas dengan konsep kecerdasan. Cerdas tidak hanya berkaitan dengan pintar dalam hal akademik saja. Salah satu tokoh pendidikan dan psikologi mengemukakan konsep multiple intelligence (kecerdasan majemuk). Ia mengemukakan bahwa kecerdasan meliputi beberapa bidang antara lain:
1. Kecerdasan Linguistik
• Komponen Inti: kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa
• Berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, berdebat, berbicara, memberitahu, menginformasikan, memberikan perintah, mengungkapkan dengan kata-kata, berbicara dengan bahasa asing, menafsirkan, menerjeahkan, mengajar, berceramah, berdiskusi, berdebat, mendengarkan (kata-kata), menyalin, mengoreksi, menyunting, mengolah kata, mengarsipkan, melaporkan.
• Pilihan pekerjaan: seorang penulis, wartawan, orator, ahli politik, penyiar radio, presenter, guru, pengacara.
• Tokoh yang cerdas bahasa: Agatha Christie, JK Rowling
2. Kecerdasan Logis-Matematis
• Komponen inti: kepekaan pada memahami pola-pola logis atau numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang.
• Berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar, berpikir logis, memecahkan masalah, merancang keuangan, menyusun anggaran, melakukan penelitian ekonomi, membuat hipotesis, membuat estimasi, membukukan, mengkalkulasi, menggunakan statistik, mengaudit, membuat teori, menganalisis, menngelompokkan, mengurutkan.
• Pilihan pekerjaan: menjadi ilmuwan, ahli matematika, ahli fisika, pengacara, psikiater, psikolog, akuntan, programmer.
• Tokoh yang cerdas logika-matematika: Albert Einstein
3. Kecerdasan Spasial
• Komponen inti: kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat.
• Berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, mendisain, melukis, memvisualisasikan, membuat presentasi visual, membayangkan, mengilustrasikan, mewarnai, membuat draft, membuat grafik, membuat peta, menghias, membuat film.
• Pilihan pekerjaan: menjadi seniman, arsitek, ahli strategi, pecatur, desainer, sutradara, fotografer, montir profesional.
• Tokoh cerdas gambar: Leonardo da Vinci
4. Kecerdasan Musikal
• Komponen inti: kepekaan dan kemampuan menciptakan dan mengapresiasikan irama, pola titi nada dan warna nada serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal.
• Berkaitan dengan kemampuan menciptakan lagu, membentuk irama, mendengarkan nada dari sumber bunyi atau alat-alat musik
• Pilihan pekerjaan: menjadi komposer, penyanyi, pencipta lagu, pemain musik
• Tokoh yang cerdas musik: Ludwig van Beethoven
5. Kecerdasan Kinestetik
• Komponen inti: kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran mengolah objek, respon dan refleks
• Berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan
• Pilihan pekerjaan: menjadi olahragawan, penari, pematung, aktor, dokter bedah
• Tokoh cerdas gerak: Maradona
6. Kecerdasan Interpersonal
• Komponen inti: kepekaan mencerna dan merespon secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain.
• Berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memipin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, mempunyai empati yang tinggi.
• Pilihan pekerjaan: menjadi konselor, politikus, pemimpin, motivator
• Tokoh cerdas bergaul: Winston Churchill
7. Kecerdasan Intrapersonal
• Berkaitan dengan kemampuan memutuskan, bekerja sendiri, mempromosikan diri, menetapkan tujuan, menyusun sasaran, berinisiatif, mengevaluasi, menaksiri/menilai, merencanakan, mengorganisasikan, melihat kesempatan, berinstrospeksi, memahami diri.
8. Kecerdasan Natural (Alam)
• Komponen inti: keahlian, membedakan anggota-anggota spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies baik secara formal maupun nonformal
• Berkaitan dengan kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi, identifikasi
• Pilihan pekerjaan: penelti alam, ahli biologi, dokter hewan, aktivis peduli binatang dan lingkungan
• Tokoh yang cerdas alam: Louis Pasteur.

Dilihat dari teori Gardner bahwa kecerdasan itu terdiri dari berbagai jenis bidang, sehingga penting bagi orangtua untuk mengenali sejak dini apa sih kelebihan dan kekurangan putra-putri ibu. Tugas sebagai orangtua adalah memfasilitasi anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak. Tujuan pendidikan secara universal adalah agar anak menjadi mandiri, bukan hanya dapat mencari nafkahnya sendiri, tapi juga bisa mengarahkan dirinya pada keputusannya sendiri untuk mengembangkan semua kemampuan fisik, mental, sosial dan emosional yang dimilikinya, sehingga dapat mengembangkan suatu kehidupan yang sehat dan produkif.
Motivasi belajar adalah sesuatu yang diperoleh dan dibentuk oleh lingkungan, serta merupakan landasan esensial yang mendorong manusia untuk tumbuh, berkembang, dan maju dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Fungsi – fungsi dasar seperti kehidupan nalar (rasio), kehidupan perasaan, keterampilan psikomotorik maupun intuisinya, yaitu suatu kondisi kesadaran yang dilandasi ketidaksadarannya. Penyatuan fungsi- fungsi tersebut akan menumbuhkan kemampuan kreatif anak untuk menempuh hidup dengan kemampuan motivasi yang terarah.
Untuk itu dalam lingkungan rumah harus diciptakan kondisi yang kondusif bagi anak, yaitu suatu suasana yang demokratis yang terbuka, saling menyayangi, dan saling memercayai. Komunikasi dua arah antara orang tua dan anak sangat penting dibangun bagi perkembangan anak. Dengan landasan inilah anak akan berkembang menjadi pribadi yang harmonis, yaitu anak lebih peka terhadap kebutuhan dan tuntutan lingkungan, dan lebih sadar akan tujuan hidupnya, sehingga menjadi lebih termotivasi dan lebih yakin dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Sarana belajar juga dianggap sebagai salah satu prasyarat motivasi belajar, meskipun bukan menjadi suatu ukuran mutlak untuk perwujudan peningkatan motivasi belajar. Tentu saja, sarana fisik dapat berguna bagi peningkatan motivasi belajar, apabila dimanfaatkan secara efektif.
Suatu lingkungan keluarga baru dapat dikatakan berusaha memenuhi tuntutan motivasi belajar, apabila keluarga tersebut dapat mengadakan lingkungan yang kaya stimulasi mental dan intelektual, dengan mengusahakan suatu suasana dan sarana belajar yang memberikan kesempatan kepada anak secara spontan dapat menyatakan dan memerhatikan diri terhadap berbagai kejadian di dalam lingkungannya.
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Disiplin secara luas dapat diartikan sebagai semacam pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu menghadapi tuntutan dari lingkungan. Disiplin tumbuh dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat sesuatu yang dapat dan ingin diperoleh dari orang lain atau karena situasi kondisi tertentu, dengan pembatasan peraturan yang diperlukan oleh lingkungan.

Tujuan disiplin bukan untuk melarang kebebasan atau mengadakan penekanan, melainkan memberikan kebebasan dalam batas kemampuan anak. Sebaliknya, bila berbagai larangan itu amat ditekankan, maka anak akan merasa terancam dan frustrasi serta memberontak, bahkan akan mengalami rasa cemas yang menjadi suatu gejala yang kurang baik bagi pertumbuhan anak. Tanpa disiplin, tanpa mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh, seorang anak pada umumnya tidak akan survival dalam hidupnya. Ia akan berbuat semau gue tanpa peduli pada lingkungan di sekitarnya. Melalui peraturan dan disiplin maka anak akan terhindar dari konsekuensi bahaya yang berasal dari tindakannya pada saat tertentu. Peraturan juga akan menjadi pegangan dalam hidup seseorang.
Bagi anak disiplin bersifat arbitrair, yaitu suatu konformitas pada tuntutan eksternal, namun bila dilakukan dalam suasana emosional yang positif, maka akan menimbulkan keikhlasan dalam dirinya untuk berbuat sesuai peraturan, tanpa merasa dirinya takut atau terpaksa. Dengan demikian tidak terjadi yang dinamakan “disiplin bangkai” (cadaveric discipline) yaitu kepatuhan yang ditaati karena takut dan merasa terpaksa. Disiplin membantu anak menyadari apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkan darinya, dan membantunya bagaimana mencapai apa yang diharapkan darinya tersebut.
Disiplin di sekolah seharusnya merupakan tata peraturan yang meningkatkan kehidupan mental yang sehat dan memberikan cukup kebebasan untuk berbuat secara bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang ada murid. Peraturan disiplin seperti ini akan menjadi kebiasaan-kebiasaan yang baik, bahkan akan berkembang menjadi disiplin diri (self discipline) bila peraturan itu dipegang secara konsisten (ajeg). Sebaliknya, disiplin sekolah yang membatasi murid sehingga menimbulkan rasa takut dan cemas, akan memupuk pola emosional yang tidak sehat karena memperlakukan anak dengan cara-cara yang kurang tepat sehingga hasil belajar siswa nya juga tidak akan maksimal. disadur dari buku “Penerapan Pembelajarn Pada Anak”
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Anak dalam proses perkembangannya menuju kepada kedewasaan memerlukan perhatian dari kaum pendidik, hal ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan anak agar ia tumbuh menjadi manusia mandiri.


Setiap perkembangan manusia bukan dimulai dari perkembangan “aku” tetapi dari “kita” (undifferentiated), karena diasuh oleh dan bergantung kepada manusia yang lain. Karena adanya manusia lain itulah, manusia berkembang. Sosialisasi dimulai dengan adaptasi terhadap lingkungannya yang merupakan suatu ikatan yang esensial untuk eksistensi psikisnya. Society lives through him, dan setiap diri terwujud melalui lingkungannya. Perkembangan sosial seseorang adalah perjuangannya untuk menjadi suatu identitas dengan hak-hak dan kewajibannya dalam mempertahankan dan menyatakan dirinya.
Manusia belajar, tumbuh, dan berkembang dari pengalaman yang diperolehnya melalui kehidupan keluarga, untuk sampai pada penemuan bagaimana ia menempatkan dirinya ke dalam keseluruhan kehidupan. Pendidikan anak sangat penting dimulai dari lingkungan keluarga karena dari rumahlah ditumbuhkan rasa kepedulian, kesadaran, dan pengertian dasar tentang totalitas lingkungan. Dari sinilah orang tua harus belajar memahami setiap pertumbuhan anak agar sesuai dengan kebutuhan si anak.
Diperlukan sensitivitas dari orang tua terhadap berbagai ciri serta perubahan fisik dan mental yang terjadi pada umur anak, terutama yang berkenaan dengan segi emosionalnya. Maslow menyebutkan bahwa kebutuhan biologis (sandang, pangan, papan) serta kebutuhan psikologis (rasa aman, self esteem, dan kasih sayang) harus terpenuhi untuk mewujudkan aktualisasi dari potensinya.
Interaksi dalam lingkungan keluarga ikut menentukan arah dari perkembangan anak, yaitu peluang keserasian belajar pada setiap masa peka. Contoh pada bayi umur 0-2 tahun : kepekaan utama terletak pada latihan alat indera, motorik dan perluasan perkembangan bahasanya. Setiap pengalaman langsung dihayatinya sebagai pengalaman yang amat mendalam (peak experience), dan sangat berpengaruh terhadap kesan dan sikap kehidupan anak kelak (terutama pada umur 3-5 tahun), yaitu suatu penyesuaian diri yang bersikap aktif dan selektif.
Perlu diingat bahwa setiap anak lahir dengan bakat, potensi, kemampuan, talenta serta sikap dan sifat yang berbeda. Karenanya potensi anak yang sangat beragam dalam berbagai bidang dengan berbagai taraf dan jenis inteligensi, yang dibesarkan pula dalam berbagai kondisi ekonomi, sosial, psikologis, budaya, serta alam biologis yang berbeda, harus diupayakan dipenuhi kebutuhannya oleh keluarga agar bimbingannya terjadi sesuai dengan taraf perkembangan anak (developmentally appropriate practice).
Pendidikan keluarga adalah wahana yang mendasar untuk meningkatkan bentuk yang lebih harmonis dari perkembangan manusia. Oleh karenanya, selayaknya kehidupan keluarga menjadi kepedulian semua pihak, pemerintah dan masyarakat. Kesadaran tentang hal ini akan membawa kehidupan masyarakat kepada suatu taraf yang menjadikan keluarga pilar yang menentukan bagi kemajuan umatnya. disadur dari buku “Penerapan Pembelajaran Pada Anak”

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Sebagai media, film berfungsi mewujudkan komunikasi yang mencakup berbagai fase dalam kegiatan kehidupan. Media ini merupakan landasan pembentukan pengertian dengan tujuan mempengaruhi penerima pesan untuk bertindak sesuai dengan tujuan dari komunikasi tersebut. Berkenaan dengan pengaruh film pendidikan sebagai media yang membentuk watak (The Effect of Movie on Attitude) dan pribadi, maka perlu ditinjau substansi film, terutama dari berbagai pesan yang dikandungnya.


Dalam kaitannya dengan perkembangan psikologis seseorang, maka kita ketahui bahwa watak merupakan resultante dari potensi kebaikan dan ketidakbaikan seseorang yang dibawanya sejak lahir dengan pengaruh – pengaruh lingkungan dalam pembentukannya. Pada usia muda kemenurutan anak sangat ditentukan oleh idolanya yang kemungkinan akan selalu dicontohnya, tanpa mempertimbangkan apakah itu baik atau tidak. Dalam pertumbuhan seorang anak, setiap tindakannya terkait dengan kecenderungan dan kemauan serta kehidupan emosional yang bersentuhan dengan faktor eksogen (lingkungan) yang sifatnya amat kompleks dan bervariasi. Salah satu faktor eksogen yang berpengaruh terhadap pembentukan watak dan pribadi seseorang adalah media yang berbentuk bacaan atau film. Berbagai nilai estesis, moral, sosial, kultural maupun teoritis melalui media tersebut sangat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi seluruh perkembangan watak pribadi. Anak pada usia 8 tahun sampai dengan 18 tahun memiliki kepekaan terhadap pengaruh eksogen tersebut.
Dengan demikian, dalam hal ini diperlukan perhatian dari pihak terkait terutama orang tua agar bisa lebih selektif dalam memilih setiap bacaan maupun tontonan film yang baik serta mendidik bagi anak sehingga bisa memberikan pesan positif yang bisa berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembentukan watak dan pribadi seorang anak, tentunya ini diharapkan agar tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. (Penerapan pembelajaran Pada Anak)

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Definisi menurut USOE (United States Office of Education), anak berbakat adalah anak-anak yang dapat membuktikan kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam bidang-bidang seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan atau akademik spesifik, dan mereka yang membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama dengan yang disediakan di sekolah sehubungan dengan penemuan kemampuan-kemampuannya (Hawadi, 2002).
Renzulli, dkk (dalam Munandar, 1992) dari hasil-hasil penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang pada hakikatnya tiga kelompok ciri-ciri sebagai berikut :
1) Kemampuan di atas rata-rata
2) Kreativitas
3) Pengikatan diri atau tanggung jawab terhadap tugas (task commitment)

Keberbakatan merupakan interaksi antara kemampuan umum dan atau spesifik, tingkat tanggung jawab terhadap tugas yang tinggi dan tingkat kreativitas yang tinggi (Renzulli dalam Hawadi, 2002). Renzulli melihat bahwa orang yang berprestasi adalah orang yang mampu memberikan sumbangan kreatif dan prestasi yang sama baiknya dalam tiga kluster yang saling terkait. Renzulli menegaskan tidak satupun kluster yang membuat keberbakatan selain adanya interaksi antara tiga kluster tersebut yang didalam studi-studi terdahulu menjadi resep yang dilakukan untuk tercapainya prestasi kreatif-produktif (Renzulli dalam Hawadi, 2002).
Sedangkan menurut Depdiknas (2003) anak berbakat adalah mereka yang oleh psikolog dan/atau guru diindentifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik.
Para ahli menyampaikan batasan yang berbeda mengenai skor inteligensi. Vernon (dalam Munandar, 1982) mengemukakan bahwa IQ 130 ke atas lebih disarankan untuk menggolongkan siswa sebagai anak berbakat. Angka ini disarankan karena kemungkinan siswa-siswa tersebut berasal dari sekolah yang sangat bervariasi. Sedangkan Terman (dalam Hawadi, 2002) berdasarkan hasil penelitian longitudinalnya, menyatakan bahwa skor 130 ke atas sebagai keberbakatan dan skor ke atas 150 sebagai genius. Feldman (dalam Hawadi, 2002) juga mengemukakan hal yang sama bahwa skor 130 ke atas sebagai keberbakatan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat dilihat bahwa anak berbakat adalah mereka yang memiliki potensi sebagai berikut:
1) Kemampuan atau kecerdasan yang tinggi (sangat superior)
2) Kreativitas yang memadai, yaitu mampu menemukan, menciptakan hal baru yang bermanfaat, mampu menerapkan, dan mampu memecahkan masalah
3) Mampu melaksanakan atau menyelesaikan tugas serta memiliki motivasi tinggi dan kemampuan melihat rencana lewat berbagai kesimpulan yang ia buat
Ketiga ciri-ciri tersebut secara bersamaan (satu kesatuan) menentukan keberbakatan. Memiliki salah satu ciri, misalnya inteligensi tinggi, belumlah mencerminkan keberbakatan.

b. Klasfikasi Keberbakatan
Pengukuran IQ bisa diperoleh melalui tes inteligensi Wechsler ataupun Stanford-Binet. Baik skala Wechsler maupun Stanford-Binet mempunyai batas IQ nya sendiri dalam pengklasifikasian keberbakatan, sebagai berikut:
Jenis Keberbakatan Skala Wechsler Skala Stanford-Binet
Midly gifted 115 – 129 116 – 131
Moderately gifted 130 – 144 132 – 147
Highly gifted Diatas 145 Diatas 148

c. Masalah Anak Berbakat
Anak berbakat dengan ciri-ciri khasnya dapat menyebabkan mereka mengalami masalah baik dengan dirinya maupun dengan dunia luar (Munandar, 1999). Ciri-ciri mereka yang selalu mempertanyakan, bersikap kritis, bosan dengan tugas rutin serta kemampuan untuk dapat melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda seringkali menjadi sumber permasalahan dengan orang dewasa atau teman sebaya. Masalah juga dapat timbul karena tidak didukung oleh lingkungan rumah atau sekolah. Lingkungan yang membatasi tersebut (Davis & Rimm dalam Munandar, 1999) adalah lingkungan yang otoriter atau sebaliknya yaitu permisif.
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membina anak-anak berbakat sehubungan dengan dukungan lingkungan yang mereka perlukan (Munandar, 1999):
1). Fleksibilitas dalam kesempatan
2). Contoh yang positif
3). Bimbingan dan dukungan
4). Rasa humor
5). Empati

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu faktor internal/pribadi dan eksternal/lingkungan (Gage & Berliner, 1992; Winkel, 1997).

Faktor internal
a. Inteligensi
Taraf inteligensi seseorang dapat tercermin dalam prestasi sekolahnya di semua mata pelajaran (Winkel, 1997). Jadi, ada korelasi antara inteligensi dengan kesuksesan di sekolah (Gage & Berliner, 1992).
Peserta didik dengan taraf inteligensi yang tinggi diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik yang memiliki taraf inteligensi yang lebih rendah. Namun inteligensi bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan prestasi akademik karena masih ada faktor lainnya seperti motivasi dan kepribadian serta faktor eksternal.

b. Motivasi
Winkel (1997) mengatakan bahwa motivasi merupakan daya penggerak yang menjadi aktif pada saat-saat tertentu di mana ada kebutuhan untuk mencapai tujuan. Sedangkan Gage dan Berliner (1992) menjelaskan bahwa motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan individu dari perasaan bosan menjadi berminat untuk melakukan sesuatu. Tercakup di sini adalah motivasi untuk mencapai kelulusan dan motivasi untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi Sukadji (2000). Motivasi merupakan tenaga dorong selama tahapan proses belajar yang berfungsi untuk (Sukadji, 2000):
1.Mencari dan menemukan informasi mengenai hal-hal yang dipelajari
2.Menyerap informasi dan mengolahnya
3.Mengubah informasi yang didapat ini menjadi suatu hasil (pengetahuan, perilaku, keterampilan, sikap, dan kreativitas.
Secara umum, motivasi terbagi menjadi motivasi internal dan eksternal.

Motivasi internal mengacu pada diri sendiri, misalnya kegiatan belajar dihayati dan merupakan kebutuhan untuk memuaskan rasa ingin tahu. Motivasi eksternal mengacu pada faktor di luar dirinya. Siswa dengan motivasi eksternal akan membutuhkan adanya pemberian pujian atau pemberian nilai sebagai hadiah atas prestasi yang diraihnya (Djiwandono, 2002). Kedua komponen ini bersifat kontekstual, artinya ada pada seseorang sehubungan dengan suatu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu motivasi dapat berubah sesuai dengan waktu.
Menurut McLelland dan Atkinson (dalam Djiwandono, 2002), motivasi yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah motivasi berprestasi, di mana seseorang cenderung berjuang untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses.
c. Kepribadian
Kepribadian merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik seseorang yang menentukan bagaimana individu dapat menyesuaikan diri secara unik dengan lingkungannya (Allport dalam Hurlock, 1978). Kepribadian dapat berubah dan dimunculkan dalam bentuk tingkah laku. Organisasi adalah hubungan antar traits yang selalu berubah dan diwujudkan dalam bentuk traits-traits yang dominan. Sedangkan sistam psikofisik adalah kebiasaan-kebiasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, keadaan emosi dan dorongan-dorongan. Sistem inilah yang akan mendorong seseorang untuk menentukan penyesuaian dirinya sebagai hasil belajar atau pengalaman.

Faktor eksternal
a. Lingkungan rumah
Lingkungan rumah terutama orang tua, memegang peranan penting serta menjadi guru bagi anak dalam mengenal dunianya. Orang tua adalah pengasuh, pendidik dan membantu proses sosialisasi anak. Utami Munandar (1999) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka semakin baik prestasi anak. Termasuk juga sejauh mana keluarga mampu menyediakan fasilitas tertentu untuk anak (televisi, internet, dan buku bacaan).

b. Lingkungan sekolah
Menurut Ormrod (2006) lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan yang nyaman sehingga anak terdorong untuk belajar dan berprestasi. Ada beberapa karakteristik lingkungan sekolah yang nyaman sebagai tempat belajar (Burstyn & Stevens dalam Ormrod, 2006) , yaitu:
1) Sekolah mempunyai komitmen untuk mendukung semua usaha murid agar sukses baik dalam bidang akademik maupun sosial.
2) Adanya kurikulum yang menantang dan terarah
3) Adanya perhatian dan kepercayaan murid serta orang tua terhadap sekolah
4) Adanya ketulusan dan keadilan bagi semua murid, baik untuk murid dengan latar belakang keluarga yang berbeda, beda ras maupun etnik
5) Adanya kebijakan dan peraturan sekolah yang jelas. Misalnya panduan perilaku yang baik, konsekuensi yang konsisten, penjelasan yang jelas, kesempatan menjalin interaksi sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah.
6) Adanya partisipasi murid dalam pembuatan kebijakan sekolah
7) Adanya mekanisme tertentu sehingga siswa dapat menyampaikan pendapatnya secara terbuka tanpa rasa takut
8) Mempunyai tujuan untuk meningkatkan perilaku prososial seperti berbagi informasi, membantu dan bekerja sama
9) Membangun kerja sama dengan komunitas keluarga dan masyarakat
10) Mengadakan kegiatan untuk mendiskusikan isu-isu menarik dan spesial yang berkaitan dengan murid

Sedangkan di kelas, sebaiknya kelas cukup besar dengan jumlah murid yang tidak terlalu banyak sehingga guru dapat memonitor setiap siswa. Kelas yang baik dan produktif adalah kelas yang nyaman secara tata ruang, memunculkan motivasi internal siswa untuk belajar, kegiatan guru yang terarah serta kegiatan monitor terhadap siswa (Gage & Berliner, 1992).

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Kebutuhan afiliasi adalah kebutuhan untuk berteman , bersosialisasi, bertegur sapa bergabung dan hidup bersama dengan orang lain, bekerjasama dan bercakap-cakap dengan orang lain, serta untuk mendapatkan afeksi dari orang lain. Dalam kebutuhan afiliasi tersebut terkandung kepercayaan, keinginan baik, afeksi, empati yang simpatik yang diwujudkan dalam sikap bersahabat, berusaha menyenangkan orang lain, membina hubungan yang penuh kepercayaan.

Menurut Murray ( dalam Lewin 1978), Motif afiliasi merupakan salah satu motif sosial yang sering diartikan sebagai kebutuhan untuk bersama dengan orang lain. Menurut MClleland (1990) bahwa setiap orang suka untuk berhubungan dengan orang lain dan beberapa dari mereka mempunyai derajad yang lebih tinggi dalam menyukai interaksi tersebut.

Aspek-aspek motif afiliasi :

1. Tampil lebih baik jika ada insentif afiliasi

Individu yang mempunyai motif afiliatif tinggi cenderung akan tampil baik juga walaupun pada situasi atau tugas yang tidak mengandung isi afiliatif, namun insentif dalam situasi tersebut mengarah pada afiliasi. Selain itu mereka juga menunjukan karakteristik yang diduga berhubungan dengan motif berprestasi yang tinggi. Mereka lebih suka pengambilan resiko yang sedang-sedang saja, kurang tekun pada tugas-tugas yang sukar. ( MClelland 1990)

2 Mempertahankan hubungan antar individu.

Individu yang mempunyai motif afiliasi tinggi akan belajar untuk berhubungan sosial dengan cepat, lebih peka dan banyak berbincang-bincang dengan orang lain. Hubungan yang dibina sejak awal pertemuan dengan orang lain diharapkan dapat dipertahankan dalam kurun waktu yang lama.

3. Konformitas dan menghindari konflik

Individu yng mempunyai motif afiliasi tinggi cenderung untuk setuju dengan pendapat yang diutarakan orang yang tidak dikenal dan sependapat dengan mereka selama orang tersebut dianggap menarik. Hal ini dilakukan agar ia memperoleh penerimaan dari orang lain. Individu dengan motif afiliasi tinggi akan berusaha untuk menghindari konflik. Jika ia diminta untuk memberikan bantuan dalam mengerjakan suatu tugas ia akan memberikan referensi yang selaras sehingga tidak mengganggu keputusan kelompok.

4. Kurang sukses dalam hal kepemimpinan

Menurut MClleland (1990) individu yang memiliki motif afiliasi tinggi tidak memiliki kesuksesan dalam bidang manajemen. Individu yang menghindari konflik dan kritik biasanya tidak akan menjadi pemimpin yang baik. Hal ini dikarenakan orang-orang seperti ini hanya lebih banyak menghabiskan waktu dengan bawahan sebagai usaha untuk membina hubungan, akan tetapi tidak mampu untuk mengambil keputusan-keputusan pada situasi yang sulit. Pada pelaksanan tugas mereka senang bersama dengan orang lain dan mengurangi perbedaan diantara mereka, agar mereka dapat selalu bersama-sama.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Apa yang anda inginkan untuk anak anda pada saat ini? Apakah anda ingin anak anda hanya bisa membaca atau gemar membaca? Tentu anda akan dapat merasakan bedanya.

Membantu anak-anak belajar membaca tidaklah sulit, tetapi anda membutuhkan teknik yang benar untuk mempraktekkannya. Seperti kata pepatah lama yang menyebutkan ’mudah saja jika anda tahu caranya’. Jadi jika anda mengetahui cara dalam membantu anak-anak belajar membaca, maka hasilnya akan berbeda.

Jika anak-anak tidak menyukai sesuatu, anda tidak bisa memaksa mereka untuk melakukannya. Tetapi, jika anak-anak menyukai sesuatu, anda sebagai orang tua tidak bisa menghentikan mereka. Jika kita ingin anak-anak kita gemar membaca, kita sebagai orang tua harus mulai menanamkan kecintaan anak-anak terhadap buku. Tujuan utamanya bukanlah mengajarkan bagaimana cara menerjemahkan atau membunyikan atau mengenal kata, melainkan untuk menanamkan rasa cinta, semangat, dan gairah anak-anak terhadap buku sejak dini. Pada tahap awal membaca, sebaiknya kita tidak terlalu menuntut usaha yang lebih dari pihak anak, melainkan tahap awal itu harus sangat menyenangkan bagi anak, tidak boleh tidak. Jadi buatlah kegiatan belajar membaca menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan.

Orang tua zaman dulu membacakan buku untuk anak hanya sebagai kesenangan, mereka tidak menganggap buku sebagai media belajar membaca. Prinsip lawas yang mereka pegang adalah anak-anak belum siap belajar membaca sebelum mereka masuk ke jenjang sekolah. Zaman telah berubah, prinsip tersebut tidak bisa selamanya diterapkan. Pelajaran membaca tidak hanya bertujuan agar anak bisa membaca tapi agar anak juga gemar membaca. Orang tua merupakan komponen penting yang mengenalkan kemampuan membaca kepada anak. Membacakan untuk anak, sering mengajak mereka berbicara, dan mengajak anak melakukan berbagai kegiatan menarik adalah cara yang bisa orang tua lakukan untuk mengasah kemampuan prabaca anak.

Seperti yang diungkapkan di atas bahwa pengajaran membaca sebaiknya dimulai sejak dini. Ada sebagian pakar yang percaya bahwa periode bayi merupakan periode ideal untuk mulai belajar membaca. Seorang bayi mendengar percakapan dan bahasa sejak dia dilahirkan. Kita pasti tersenyum ketika mendengar celotehan si bayi seperti ’Awwa, waa,” yang kita terjemahkan sebagai ”Ayah” dan ”Buh, buh,” adalah ”Ibu”. Padahal belum tentu itu yang dimaksud, tetapi kita tetap meyakininya seperti itu. Rabanan (babbling) tersebut selalu kita hargai dengan pelukan, tawa, dan pujian. Secara naluriah rabanan merupakan tahap awal dari berbicara. Jadi, sepenuhnya kita harus terus melibatkan anak-anak dalam percakapan. Percakapan tersebut bisa kita lakukan pada mereka saat berbicara di mobil ataupun saat kita sedang memandikan mereka. Kita bisa sambil menunjuk benda-benda dan memberikan penjelasan. Kita harus tahu bahwa setelah anak sering mendengar dan terlibat dalam percakapan, kemampuannya dalam menerapkan kaidah bahasa juga pasti meningkat. Betapa menakjubkannya cara anak-anak dalam menyerap setiap kaidah-kaidah tersebut. Kesalahan mereka justru merupakan indikasi kemampuan mereka dalam menyerap tata bahasa.

Selanjutnya, kita bisa mengajarkan membaca dengan membiasakan anak-anak melihat kata-kata tertulis. Dengan bahagia, kita akan mendengar celotehan-celotehan anak yang sedang membolak-balik halaman. Celotehan tersebut merupakan tahap awal membaca. Menurut Kathy Hirsh, PhD, direktur Infant Laboratory Temple University di Ambler, Pennsylvania, ”Jika orang tua rajin membacakan buku kepada anak dan kerap melibatkan anak dalam pembicaraan, hal itu bisa membangun perbendaharaan kata dan menumbuhkan kemampuan dasar membaca.”

Kebiasaan membacakan buku bagi anak-anak anda adalah salah satu hal yang paling berharga yang dapat kita lakukan untuk mereka. Karena memiliki manfaat yang sangat besar. Sebagian orang sudah membacakan buku pada bayi yang masih dalam kandungan. Mungkin anda menganggap ini berlebihan, tetapi pastikan untuk memulai sebelum anak bisa berbicara. Cobalah anda membeli buku kain yang dikemas bersama mainan lunak untuk bayi dari lahir hingga usia sembilan bulan. Atau masih banyak jenis-jenis buku lain yang juga berfungsi sebagai mainan. Tampaknya ini memang seperti hanya mainan, tapi benda-benda tersebut sangat berguna untuk membangkitkan kecintaan anak terhadap membaca.

Membacakan buku pada anak anda tidak hanya membangkitkan kecintaan mereka terhadap buku. Tetapi kegiatan ini juga membiasakan mereka dengan bahasa buku sehingga anak-anak siap untuk membaca sendiri. Keuntungan lain dari membacakan buku untuk anak-anak anda adalah peningkatan jumlah kosakata mereka. Sebaliknya, anak yang tak pernah dibacakan buku akan kehilangan kesempatan dalam menyerap bentuk bahasa tulisan, dan kurang mampu memperkirakan isi sebuah wacana. Anda bisa melibatkan kakek-nenek, pengasuh anak anda, dan teman-teman dalam membantu anda membacakan buku untuk anak-anak.

Dalam membacakan buku untuk anak, sebaiknya anda bisa melakukannya dengan ekspresif. Tirukan suara-suara, putar mata anda, berbisiklah dengan ketakutan, berteriak dan melompatlah seolah-olah anda adalah seekor naga, seorang putri ataupun raja. Cara ini membuat acara pembacaan buku menjadi menyenangkan.

Tak ada jawaban pasti kapan anda harus berhenti membacakan buku untuk anak-anak. Tetapi biasanya anak-anak akan memberitahu anda bila mereka merasa tidak memerlukannya lagi.

Jika kita ingin menciptakan generasi yang gemar membaca, kita sebagai orang tua sebaiknya bisa menjadi teladan. Kita harus bisa mempertunjukan bahwa membaca merupakan kegiatan yang dilakukan untuk keuntungan diri sendiri, bukan orang lain. Jadi, tak ada gunanya bila kita mencoba menularkan ”virus” membaca kepada anak-anak, jika kita sendiri tidak memiliki minat untuk membaca.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar


Menemukan buku yang sesuai untuk anak-anak memang tidaklah mudah. Ada faktor psikologis dan sosial yang harus dipertimbangkan saat memilih buku. Pilihan anda tidak boleh tampak terlalu sulit, namun juga jangan terlihat terlalu mudah. Anda bisa melihat dari karakteristik anak anda saat memilihkan buku untuk mereka. Apa yang anak-anak inginkan itulah yang mereka butuhkan. Mulailah dengan apa yang diminati anak-anak. Kemudian temukan buku yang mudah dibaca. Jangan khawatir jika pilihan anak-anak tampak sempit atau tidak beragam, karena tujuan utamanya adalah membuat anak-anak membaca dan menyukainya. Anda harus bijak dalam memilih, jangan memilih buku yang terlalu sulit untuk anak-anak anda. Berbagai genre buku seperti dongeng, klasik, fiksi maupun non fiksi, serta buku cerita lainnya, bisa menjadi pilihan yang dapat membantu anda memilih bacaan yang tepat untuk anak anda, tentunya yang sesuai dengan usia serta minat anak. Asalkan isinya pantas, tidak ada salahnya jika anda memilih komik sebagai salah satu koleksi bacaan bagi anak anda. Karena, fakta menyatakan bahwa gambar membuat komik mudah untuk dibaca.

Berikut kiat-kiat yang bisa anda terapkan demi menumbuhkan minat baca dalam diri anak yang sesuai usia mereka :

  • Bayi

Buat si bayi menikmati sesi pembacaan buku dengan memeluknya di sofa atau berbaring di atas bantal-bantal besar. Pilih buku bergambar wajah (bayi suka memandang wajah) dan menampilkan bentuk-bentuk dasar serta warna primer.

  • Batita

Pilih buku bergambar dengan tema yang disukai anak, seperti truk atau binatang. Batita juga menyukai fitur interaktif seperti jendela di halaman buku. Jangan hanya membacakan buku ketika hendak tidur. Jadikanlah buku sebagai bagian keseharian anak.

  • Balita

Pilih buku berima untuk menanamkan pondasi melafalkan kata. Sambil anda membacakan cerita, diskusikan jalan ceritanya. Buku cerita berseri menjadi pilihan menarik agar anak membangun ikatan dengan tokoh-tokoh di dalam cerita.

  • Usia Sekolah

Meskipun anak telah belajar teknik membaca, teruskan kebiasaan membaca bersama-sama untuk anak. Biarkan dia memilih judul buku favoritnya tetapi kenalkan dia dengan berbagai genre buku, seperti dongeng, klasik, dan non fiksi. Jangan lupa untuk mendiskusikan buku yang sedang dia baca. -

[translate lang=English]

Finding the appropriate book for children is not easy. There are psychological and social factors to consider when selecting books. Your choice should not seem too difficult, but also do not look too easy. You can see from the characteristics of your children when choosing books for them. What children want is what they need. Start with what the kids interested. Then find the book an easy read. Do not worry if the choices the children seem to narrow or no variety, because its main purpose is to make the kids read and liked. You must be careful to choose, do not choose books that are too difficult for your children. Various genre of books such as fairy tales, classics, fiction and non fiction, and other story books, could be an option that can help you choose the right readings for your child, of course, that in accordance with the age and interests of children. As long as it is feasible, it would not hurt if you choose one of the comic as a collection of reading to your child. Because, the fact is that the picture makes it easy to read comics.

Here are tips you can apply to foster interest in reading in their children according to age:

  • Babies

Make your baby enjoy a book reading session with a hug on the sofa or lying on top of big pillows. Choose a picture book faces (babies love looking at your face) and display the basic shapes and primary colors.

  • Under 3 years

Choose a picture book with children’s themes of choice, such as trucks or animals. Toddlers also like interactive features such as windows in the pages of books. Do not just read the book when going to sleep. Make a book as part of a child’s daily life.

  • Under 5 years

Choose books to impart basic recite rhyming words. As you read the story, discuss the story. book series The story becomes an attractive option for the children to build a bond with the characters in the story.

  • School Age.
Although the children have learned techniques to read, continue the habit of reading together for the kids. Let him choose his favorite book titles but introduced him to various genres of books, like fairy tales, classical, and non-fiction. Do not forget to discuss the book he was reading.
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar

Covey (2005) mengemukakan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada dalam diri secara yakin dan berani, yang diimbangi dengan pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan akan individu lain.
sedangkan kematangan emosi menurut Wolman (1973) adalah suatu kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa daripada bertingkah laku seperti anak-anak. Semakin berkembang usia individu, maka diharapkan akan semakin mampu melilhat segala sesuatunya secara objektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta daripada perasaan.

Kematangan emosi yang dicapai remaja diperoleh melalui proses kognitif. Dalam proses tersebut remaja akan memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Salah satu caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Adanya keterbukaan mengenai perasaan dan masalah pribadinya serta rasa aman dalam hubungan sosial dapat membuat remaja lebih memahami keadaan dirinya.
Menurut Yusuf (2004), Kematangan emosi remaja ditandai oleh :
(a) Adekuasi emosi yaitu adanya cinta kasih, simpati, altruis (senang menolong orang lain), respek (sikap hormat atau menghargai orang lain), dan ramah.
(b) Pengendalian emosi ditandai oleh tidak mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis dan tidak pesimis (putus asa), dan dapat menghadapi situasi frustasi secara wajar.
Enam aspek kematangan emosi menurut Overstreet (Schneiders, 1955) adalah :
a. Sikap untuk belajar
Bersikap terbuka untuk menambah pengetahuan dari pengalaman hidupnya. Artinya individu yang matang emosinya mampu mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya dan pengalaman orang di sekitarnya untuk digunakan dalam menjalani kehidupannya.
b. Memiliki rasa tanggung jawab
Dalam mengambil keputusan atau melakukan suatu tindakan berani menanggung resikonya. Individu yang matang tahu bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Hal ini berarti bahwa individu yang matang tetap dapat meminta saran atau meniru tingkah laku yang baik dari lingkungannya.
c. Memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif
Artinya adanya kemampuan untuk mengatakan apa yang hendak dikemukakan dan mampu mengatakannya dengan percaya diri, tepat dan peka akan situasi
d. Memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial
Individu yang matang mampu melihat kebutuhan individu lain dan memberikan potensi dirinya untuk dibagikan pada individu lain yang membutuhkan. Individu yang matang mampu menunjukkan ekspresi cintanya dan mampu menerima cinta dari individu lain.
e. Beralih dari egosentrisme ke sosiosentrisme
Artinya individ mampu melihat dirinya sebagai bagian dari kelompok. Individu mengembangkan hubungan afeksi, saling mendukung, dan bekerja sama. Untuk itu diperlukan adanya empati, sehingga dapat memahami perasaan individu lain.
f. Falsafah hidup yang terintegrasi
Hal ini berhubungan dengan cara berpikir individu yang matang yang bersifat menyeluruh, yaitu memperhatikan fakta-fakta tertentu secara tersendiri dan menggabungkannya untuk melihat arti keseluruhan yang muncul. Dengan demikian, tindakan sekarang dan terencana masa depan dibuat dengan berbagai pertimbangan, didasarkan pada penilaian yang objektif dan terlepas dari prasangka.

[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar


Gaya belajar merupakan kecenderungan siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran. Fleming dan Mills (1992) mengajukan empat kategori tersebut sebagai berikut:

Visual (V):
Kecenderungan ini mencakup menggambarkan informasi dalam bentuk peta, diagram, grafik, flow chart, dan simbol visual seperti panah, lingkaran, hirarki dan materi lain, yang digunakan instruktur untuk merepresentasikan hal-hal yang dapat disampaikan dalam kata-kata. Hal ini mencakup juga desain, pola, bentuk dan format lain yang digunakan untuk menandai dan menyampaikan informasi.

Aural / Auditory (A):
Modalitas ini menggambarkan preferensi terhadap informasi yang “didengar atau diucapkan”. Siswa dengan modalitas ini belajar secara maksimal dari ceramah, tutorial, tape, diskusi kelompok, bicara, dan membicarakan materi. Hal ini mencakup berbicara dengan suara keras atau bicara kepada diri sendiri.
Read/write (R):
Preferensi ini adalah untuk informasi yang ditampilkan dalam bentuk kata-kata. Preferensi ini menekankan pada input berupa teks dan output berupa bacaan atau tulisan dalam segala bentuknya. Orang yang memiliki modalitas ini menyukai power point, daftar, kamus, dan bentuk kata-kata lainnya.
Kinesthetic (K):
Berdasarkan defnisi, modalitas ini mengarah pada pengalaman dan latihan (simulasi atau nyata, meskipun pengalaman tersebut melibatkan modalitas lain. Hal ini mencakup demonstrasi, simulasi, video dan film dari pelajaran yang sesuai aslinya, sama halnya dengan studi kasus, latihan, dan aplikasi.

TIPE VISUAL
Media/bahan yang cocok:
• Guru yang menggunakan bahasa tubuh atau gambar dalam menerangkan.
• Media gambar, video, poster dan sebagainya.
• Buku yang banyak mencantumkan diagram atau gambar
• Flow chart
• Grafik
• Menandai bagian-bagian yang penting dari bahan ajar dengan menggunakan warna yang berbeda
• Simbol-simbol visual
Strategi belajar:
• Mengganti kata-kata dengan simbol atau gambar

TIPE AUDITORI
Media/bahan yang cocok:
• Menghadiri kelas
• Diskusi
• Membahas suatu topik bersama dengan teman
• Membahas suatu topik bersama dengan guru
• Menjelaskan ide-ide baru kepada orang lain
• Menggunakan perekam
• Mengingat cerita, contoh, atau lelucon yang menarik
• Menjelaskan bahan yang didapat secara visual (gambar, power point, dsb.)
Strategi belajar:
• Catatan yang Anda buat mungkin sangat tidak memadai. Tambahkan informasi yang didapat dengan cara berbicara dengan orang lain dan mengumpulkan catatan dari buku.
• Rekam ringkasan dari catatan yang dibuat dan dengarkan rekaman tersebut
• Minta orang lain untuk ‘mendengar’ pemahaman Anda mengenai suatu topik
• Baca buku atau catatan dengan keras

TIPE BACA/TULIS:
Media/bahan yang cocok:
• Kamus
• Handout
• Buku teks
• Catatan
• Daftar
• Essay
• Membaca buku manual
Strategi belajar:
• Tuliskan kata-kata secara berulang-ulang
• Baca catatan Anda (dengan sunyi) secara berkali-kali
• Tulis kembali ide atau informasi dengan kalimat yang berbeda
• Terjemahkan semua diagram, gambar, dan sebagainya ke dalam kata-kata

TIPE KINESTETIK
Media/bahan yang cocok:
• Menggunakan seluruh panca indera – penglihatan, sentuhan, pengecap, penciuman, pendengaran.
• Laboraturium
• Kunjungan lapangan
• Pembicara yang memberikan contoh kehidupan nyata
• Pengaplikasian
• Pameran, sampel, fotografi
• Koleksi berbagai macam tumbuhan, serangga, dan sebagainya
Strategi belajar:
• Anda akan mengingat kejadian nyata yang terjadi
• Masukan berbagai macam contoh untuk memudahkan dalam mengingat konsep
• Gunakan benda-benda untuk mengilustrasikan ide
• Kembali ke laboraturium, atau tempat Anda dapat melakukan eksprimen
• Mengingat kembali mengenai eksperimen, kunjungan lapangan, dan sebagainya.
[ Read More ]

Posted by Unknown - - 0 komentar



Sebaik apa pun anda merancang dan menciptakan lingkungan kelas yang positif perilaku bermasalah pada siswa atau murid akan muncul. Anda harus menghadapinya dengan cara efektif dan tepat waktu.

STRATEGI MANAJEMEN KELAS

Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekannya membedakan antara intervensi minor dan moderasi dalam menangani perilaku bermasalah.

INTERVESI MINOR

Beberapa masalah hanya membutuhkan intervensi minor atau kecil. Masalah-masalah yang kerap muncul biasanya mengganggu aktifitas belajar di kelas. Misalnya, murid mungkin ribut sendiri, meninggalkan tempat duduk tanpa ijin, bercanda sendiri, atau memakan permen di kelas. Strategi yang efektif antara lain adalah:

Gunakan isyarat non verbal
Jalin kontak mata dengan murid. Kemudian beri isyarat dengan meletakkan telunjuk jari di bibir anda, menggeleng kepala, atau menggunakan isyarat tangan untuk menghentikan perilaku tersebut.

Terus lanjutkan aktifitas belajar
Biasanya terjadi suatu jeda dalam transisi aktifitas dalam kegiatan belajar mengajar, dimana pada jeda tersebut murid tidak melakukan apa-apa. Pada situasi ini, murid mungkin akan meninggalkan tempat duduknya, mengobrol, bercanda dan mulai ribut. Strategi yang baik adalah bukan mengkoreksi tindakan mereka tetapi segera melangsungkan aktifitas baru berikutnya.

Mendekati murid
Saat murid mulai bertindak menyimpang. Anda cukup mendekatinya, maka biasanya dia akan diam.

Arahkan perilaku
Jika murid mengabaikan tugas yang kita perintahkan, ingatkan mereka tentang kewajiban itu. Anda bisa berkata, “Baiklah, ingat, semua anak harus menyelesaikan soal matematika ini.”

Beri instruksi yang dibutuhkan
Terkadang siswa melakukan kesalahan kecil saat tidak memahami cara mengerjakan tugas. Untuk mengatasinya anda harus memantau murid dan memberi petunjuk jika dibutuhkan.

Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung
Jalin kotak mata dengan murid, bersikap asertif, dan suruh murid menghentikan tindakannya. Buat pernyataan, singkat dan pantau situasi sampai murid patuh. Strategi ini bisa dilakukan dengan mengkombinasikan strategi mengarahkan perilaku murid.

Beri murid pilihan
Berilah murid tanggung jawab dengan memilih dua pilihan, bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif. Beri tahu murid apa tindakan benar itu dan apa konsekuensi bila melanggar.

INTERVENSI MODERAT

Beberapa perilaku yang salah membutuhkan intervensi yang lebih kuat ketimbang yang baru saja dideskripsikan pada intervensi minor di atas, misalnya, ketika murid menyalahgunakan aktifitasnya, mengganggu, cabut dari kelas, mengganggu pelajaran, atau mengganggu pekerjaan murid lainnya. Berikut adalah strategi yang bisa dilakukan:

Jangan beri privilese atau aktifitas yang mereka inginkan
Bila anda memperbolehkan murid untuk berkeliling kelas atau mengerjakan tugas dengan murid lain dan ia malah menyalahgunakan privilese yang anda berikan atau mengganggu pekerjaan temannya, maka anda bisa mencabut privilesenya.

Buat perjanjian behavioral
Buatlah perjanjian yang bisa disepakati oleh semua murid. Perjanjian ini harus merefleksikan masukan dari kedua belah pihak yaitu guru dan murid. Jika muncul problem dan murid tetap keras kepala, guru bisa merujuk pada kesepakatan bersama yang telah dibuat.

Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas
Bila murid bersenda gurau dan bersikap tidak mengindahkan peringatan, anda bisa memisahkan ia dari murid disekitarnya ataupun mengeluarkannya dari dalam kelas.

Kenakan hukuman atau sanksi
Menggunakan hukuman sebaiknya tidak melakukan tindakan kekerasan, tetapi bisa dilakukan dengan memberikan tugas mengerjakan soal atau menulis halaman tambahan.

[ Read More ]